December 31, 2012

2012 + 1

Jadi, sekarang udah penghujung tahun 2012? Ini (lagi-lagi) waktu yang terlalu cepet, atau gimana sih?

Tiba-tiba jadi inget, bahwa tepat tahun lalu, gue sedang berada di Puncak, nontonin sekaligus masang kembang api di teras villa bareng-bareng keluarga. Sekarang? Gue sedang berduaan sama si dia di kamar kos sambil nonton Sailor Moon(si dia adalah laptop tercinta). Well, this is my very first new year eve without family, even worse.. without anyone. But still, I thank God for everything I have got this far.

Kalo mau dibuat daftar terima kasih gue sepanjang 2012, gue rasa sulit. Di samping fakta bahwa ingatan gue kadang-kadang buruk sekali, menurut gue.. terlalu banyak hal yang harus gue syukuri. Hmm.. Semua hal emang patut untuk disyukuri—seharusnya.

Atas keluarga 'warna-warni' saya yang meskipun jauh secara fisik, tapi dekat di hati #EAA, I thank You. Atas teman-teman 'gila' yang berkenan untuk bersinggungan dengan garis kehidupan saya, I thank You. Atas kelulusan saya dari SMA dengan nilai yang sangat baik untuk orang semales saya, I thank You. Atas diterimanya saya di salah satu perguruan tinggi negeri yang bagus, I thank You. Atas kekuatan hingga saya masih bisa meneruskan komitmen saya sendiri, I thank You. Atas nafas sampai detik ini, I thank You.

Terima kasih, Tuhan, buat selalu ngedengerin doa saya selama tahun 2012 (dan juga tahun-tahun sebelumnya dan yang akan datang! Pasti!). Terima kasih untuk segala doa yang terkabul, dan lebih terima kasih lagi, untuk segala doa yang dijawab dengan lebih dahsyat dari yang saya bayangin.

Jadi, besok udah tahun depan. 2013 itu 2012 ditambah satu, jadi harus ada yang 'nambah' daripada 2012, kalo bisa, segala-galanya yang positif dan baik, bisa nambah, ya! Asal jangan pijet yang nambah, nanti jadi pijet plus-plus (apa ini? Jayus sekali).

Oke deh. Sekarang nyalain kembang api lagi, ya. Yang gede kembang apinya, biar kedengeran sampe tempat gue sekarang, Jatinangor.

Selamat tahun baru!!

December 07, 2012

Spontanitas



Wah, sudah bulan Desember lagi—sudah di penghujung tahun lagi. Ini... gue yang terlalu santai, atau waktu yang terlalu cepet, sih?

Ada banyak sekali rencana sekilas (hanya melintas di otak aja, contohnya, “Gue mau ngelakuin ini ah”) yang belum tercapai dari awal 2012 sampai detik ini. Soal dunia tulis-menulis, misalnya. Tahun ini gue tidak menghasilkan apa-apa kecuali postingan di blog. Padahal sebenernya gue pengen ngirim cerpen ke majalah lagi(honornya lumayan, bro). Kesulitannya adalah, otak gue belum cukup dewasa untuk mampu membuat cerpen ‘berat’, sementara kalo bikin cerpen-cerpen a la anak SMP-SMA, gue malah ngerasa kacangan. Dilema. Juga soal dunia kuliah, gue nggak tau kenapa malah nyasar di Sastra Inggris—padahal maunya Seni Rupa, tapi gue juga nggak tau kenapa gue menuliskan Sastra Inggris sebagai pilihan pertama di SNMPTN tulis.
Ada apa dengan.. otak.. saya?

Sejauh ini, gue selalu nurut aja sama segala hal tiba-tiba yang ada di kehidupan gue. Tiba-tiba lulus SMA, tiba-tiba lolos SNMPTN, tiba-tiba dapet kosan tanpa nyari, tiba-tiba cinta datang kepadaku¯. Gue akui, gue adalah pemalas akut. Gue jarang sekali berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan sesuatu, gue lebih banyak cuma berusaha dengan kadar yang gue inginkan(tentu saja yang tidak membuat gue lelah) kemudian berserah. Dan sejauh ini, banyak hal tiba-tiba yang datang menyapa, dan kebanyakan langsung gue iyakan.

Tiba-tiba saja hidup gue jadi hidup yang penuh dengan kejadian-kejadian spontan. Dulu, waktu kecil, setiap ditanya mau jadi apa, gue jawab “Mau jadi pelukis!” Nah, sekarang, mungkin gue nggak akan jawab seyakin itu. Jadi apa aja yang jujur? Kedengerannya terlalu religius, ya. Tapi emang harusnya gitu, kan?  Dan gue—sekarang ini—lebih sering menjawab, “Liat aja nanti.” Kedengerannya kayak orang nggak punya tujuan hidup? Lah, tujuan hidup semua orang kan, mati terus masuk surga? Nggak usah pengen punya, emang udah punya dari sononya kok. Dan, emangnya ada orang yang nggak mau masuk surga? Jadi, sebelum ‘tujuan hidup’ itu tercapai, mungkin aja gue akan menjadi pelukis, penulis, desainer, mahasiswa seni, dan siapa yang bisa menjamin kalo gue nggak mungkin jadi astronot atau ilmuwan? Ya, meskipun itu khayalan tingkat dewa, tapi... who knows? Kalo tiba-tiba Tuhan berkehendak agar gue menjadi seorang supir angkot, gue bisa apa? Ya, paling nyupir angkot jadi kerjaan sampingan, kalo lagi bosen di kantor Apple. (kan gue juga bisa jadi CEO Apple?)

Jadi, inti dari curahan hati gue di post kali ini adalah... bahwa gue bisa menjadi apa aja, kapan aja, dan gue tidak pernah menargetkan atau meresolusikannya untuk terwujud dalam kurun waktu tertentu. Yang bisa gue lakukan hanya usaha, kalo bisa yang nggak bikin capek. Sisanya? Berserah. Gue nggak mau terlalu ambisius dengan sesuatu yang gue harapkan, supaya gue tetap bisa tersenyum saat banyak hal tiba-tiba yang tanpa gue sadari, datang menghampiri gue. Tuhan tahu tentang gue lebih daripada gue mengetahui diri gue sendiri. 


He knows the answers of all our unanswered questions; the solutions of all our unsolved problems.


Selamat malam. Coba deh: tutup mata lo, bayangkan semua hal yang sudah terjadi—yang sebetulnya di luar rencana lo, tapi lo menikmatinya. Dan jangan lupa, .....tersenyumlah! :-D

P.S.
(.....gue bijaksana banget, ya?)(Terharu sendiri)(Dibakar massa)

November 21, 2012

Nonton


Halo. Akhir-akhir ini gue nggak sibuk, tapi herannya, nggak pengen nge-blog. Tapi hari ini, pengen.

Selasa lalu, gue nonton Breaking Dawn Part II di Jatinangor Town Square, bisa jalan kaki dari kosan. Murah meriah! Dengan Rp. 33.000,-, gue mendapatkan satu tiket, satu cup popcorn ukuran kecil dan satu gelas Cola. Gue nonton sendirian. Dan apa yang terjadi? Banyak sekali mata yang memandangi gue dengan tatapan aneh. Mereka pasti sirik akan kemandirian gue.

Atau mungkin enggak. Mungkin mereka menertawakan gue dalam hati. Pft. Emangnya nonton sendirian itu dosa atau aib? Enggak kan? Nonton ke bioskop sendirian merupakan hobi gue, sebetulnya. Dan nggak jauh beda sama nonton bareng teman atau pacar, sih, tapi punya beberapa kelebihan. Apa sajakah itu?

  1. Resiko untuk diganggu saat menonton semakin kecil.
    Saat menonton bersama teman yang (sialnya) menyebalkan, akan timbul kemungkinan dia AKAN MENGGANGGU KITA SAAT MENONTON. Dan hal itu sangat tidak gue sukai. Ada beberapa tipe teman menyebalkan saat menonton, sebagai contoh;

      • Si Ingin Tahu
        Tipe satu ini adalah tipe yang sangat umum, gemar sekali bertanya tanpa kenal waktu. Kadang bingung, sebetulnya mereka itu ‘ingin tahu’ atau ‘ingin diplester mulutnya kemudian dilempar ke dalam kawah Gunung Mordor'.
      • Si Gelisah
        Sebentar-sebentar menaikkan kaki, kemudian menggaruk-garuk punggung, kemudian ngupil, kemudian meperin upil di kolong bangku bioskop, kemudian latihan SKJ, kemudian menggerakkan tangan sampai kita tersenggol, kemudian kakinya tidak sengaja menendang kaki kita. Oke. Mereka mungkin tidak semenyebalkan tipe pertama, namun memiliki daya ganggu yang tidak kalah besar.
      • Si Penyanyi
        Orang ini tidak fokus kepada cerita, namun kepada soundtrack film. Di tengah film, saat yang lain serius, dia malah nyanyi. Iya sih, lagunya emang sesuai sama yang di film. Tapi suaranya mengganggu pendengaran, mending kalo suaranya 11-12 sama penyanyi aslinya, lah kalo suaranya 11-120? (Well, ini terjadi saat gue menonton Breaking Dawn Part II kemarin. Embak-embak di sebelah gue ikut bernyanyi A Thousand Years di tengah film dengan suaranya yang..... ah, sudahlah.)(Padahal gue sudah nonton sendirian untuk memperkecil resiko terganggu, tapi nyatanya.....)
  2. Kita tidak perlu menemani dia ke toilet
    Yap. Apalagi cewek. Apalagi akhir-akhir ini lagi beredar cerita horor di bioskop. Seorang cewek lagi di dalam salah satu bilik toilet bioskop yang sepi, kemudian ada yang ngetuk pintu.... kemudian suara ketukan pintu makin banyak..... begitu dibuka, BLAM! Ada banyak hantu di depan pintu! Nah. Kalo temen kebelet pipis di tengah film, apa lo mau meninggalkan film itu untuk menemaninya? Apalagi kalo dia kebelet pup. Makin lama aja waktu ‘berharga’ kita yang terbuang sia-sia buat nemenin dia doang. Ini. Sangat. Menyebalkan.
  3. Kita tidak perlu membayari tiketnya
    Ini khusus laki-laki. Biasanya kan, kaum laki-laki suka gitu. Suka pura-pura tegar. Suka menyimpan jeritannya saat melihat dompetnya menipis di dalam hati. Makanya, solusinya adalah....... menontonlah SENDIRIAN! B-)



Gue juga mau berbagi tips buat kalian yang mau nonton sendirian, tapi belum pede. Gini nih.
  • Gunakanlah headset saat mengantri tiket. Dengarkanlah lagu, atau kalo batre abis, pura-pura nelpon aja, toh nggak bakal ada yang tau. Pokoknya bertingkahlah senyaman mungkin, jangan gelisah!
  • Bayarlah tiket dengan uang pas, supaya nggak ada kembalian, lalu ambillah tiket dari embak-embak loket dengan cepat. Biasanya, ada aja orang iseng yang ngeliat kembalian kita, terus ngetawain. Kan kalo nggak ada kembalian kan, dia nggak bisa nebak berapa tiket yang kita beli. Huahahaha!
  • Kalo lagi ada duit lebih, sekalian aja beli dua/lebih tiket film yang berbeda, tapi bayarnya jangan dengan uang pas, biar ada kembalian, biar orang-orang ngiranya kita nggak nonton sendiri..
  • Kalo bisa, mengantrilah di belakang orang pacaran. Terus, tanya embak-embak loketnya, dia di nomor berapa. Nah, pilih aja tempat di sebelah mereka. Soalnya biasanya, mereka nggak akan bertingkah mengganggu(nanya-nanya/ gerak-gerak tidak jelas/ nyanyi-nyanyi) karena bakalan sibuk pacaran sepanjang film, apalagi pasangan baru, biasanya cuma malu-malu sepanjang film. (Ya, meskipun gue pernah menemukan orang pacaran yang menyebalkan, dengan si cewek bodoh bertanya sepanjang film dan si cowok pelit hanya membeli satu cup popcorn buat berdua.)



Sudahlah. Segini aja post kali ini. Gue udah ngerasa arah post ini mulai tak menentu. Harus segera dihentikan. Selamat menonton sendirian! Kalian pasti bahagia!

November 03, 2012

Important Informations?

Something new? Yes!
I changed the background of cosmological coincidence, summarized the link(s), and also removed the music player away.
Why did I remove the music player? I re-read my blog and that music player just annoyed me in my reading. So I think, there must be readers who were also getting annoyed by that music player; really sorry, then. :| You should focus in my post(s) only. Huahahaha!
But in case you love that music player and want to add it into your site, you can make it by your own HERE. Or, do you love the songs in my (removed) playlist? Click HERE for sure, you will see it again.
Bye!

October 29, 2012

Another Perspective

Semakin dewasa, semakin mahirlah otak gue dalam melahirkan perspektif-perspektif aneh yang menjadikan hal yang dulu gue anggap tidak aneh, menjadi aneh.

Sebagai contoh kecil. Beberapa waktu lalu gue kayaknya kesambet nonton film-film Disney Princess di Youtube(btw gue punya channel Youtube loh, klik disini deh!) dan otak gue mulai mengeluarkan asumsi baruyang aneh, tentu saja. Sebenernya sih ada beberapa asumsi yang tidak jelas di otak gue—yang entah muncul dari mana, tapi nggak semuanya bisa gue ceritakan, soalnya gue tidak menemukan kata-kata yang tepat, kali ya.

Satu hal yang menurut gue aneh adalah bahwa those Disney princesses can fall in love too easily.
Snow White cuma ketemu cowoknya sekali, waktu nimba air di sumur, terus dia ngumpet begitu cowok itu mendekati dia, nggak pernah ketemu-ketemu lagi sama cowok itu, tapi kemudian di akhir cerita, sebangunnya dia dari tidur panjangnya, dia langsung nempel sama cowok itu dan mau aja dibawa pergi padahal cowoknya nggak ngasih tau tujuan mereka.
Ariel juga. Lebih miris dari Snow White, malah. Kalo Snow White—setidaknya—pernah berkomunikasi dengan cowok itu, Ariel enggak. Dia ketemu Pangeran Eric waktu si Eric lagi nggak sadarkan diri, dan begitu Eric sadar, dia buru-buru pergi. Terus, dia mengorbankan segalanya buat ketemu Eric lagi, tapi tetep nggak bisa komunikasi karena suaranya diambil Ursula. Kasihan, kan? Tapi, ujung-ujungnya, ya gitu deh, nikah, another happy ending? Beneran?

Nah, otak gue mulai berpendapat lagi. Menurut otak gue, itu sebenernya bukan happy ending. Oke, itu mungkin happy ending, bagi gue sewaktu gue masih anak-anak. Otak gue mulai berpikir.... gimana kalo pangerannya Snow White ternyata ringan tangan? Pelaku KDRT? Dan suka ngegenitin pembantu? (Well, si Pangeran ngedeketin Snow White sewaktu Snow White memakai baju pembantu dan lagi disuruh ibu tirinya bersih-bersih serta menimba air.) .....gimana kalo Eric ternyata pemilik studio rekaman yang lagi nyari penyanyi, terus dia ngajak Ariel nikah dengan tujuan menjual suaranya? Dan ngebentuk band bernama Noah, dengan Ariel sebagai vokalis?

Beda sama Belle. Gini. Mungkin banyak yang berpendapat bahwa Mulan adalah Disney Princess paling tangguh. Nah, kalo versi gue, Belle-lah yang keren. Dia suka baca buku, nggak pernah genit, dan berani. Buktinya, dia mau gantian tempat sama Maurice, bokapnya yang waktu itu ditawan di kastilnya Beast. Dan proses jatuh cinta antara Belle dan Beast, menurut gue agak masuk akal, tidak seperti Snow White dan Ariel jatuh cinta sama lelaki mereka. Yang sedih sih, karena ternyata Beast jauh lebih keren saat masih berwujud monster, bukan manusia.... menurut gue doang, sih.

Jadi, intinya?
Dongeng emang cuma buat anak kecil. Semua salah gue yang nonton film-film itu lagi di usia tujuh belas tahun ini.
Sekian? ......

October 15, 2012

Anak Kos



Halo. Maaf, gue udah jadi blogger durhaka belakangan ini. Ini semua adalah efek samping menjadi mahasiswa. Dulu, semasa masih siswa, sehari-hari otak gue terisi dengan suplemen-suplemen yang gue butuhkan—buku-bukunya Raditya Dika, komik-komiknya Aoyama Gosho dan Ono Eriko, dan lain-lain. Sekarang? Otak gue mulai keluar asep. Bacaan gue sekarang adalah cerita-cerita pendeknya Ernest Hemingway, Raymond Carver, Ama Ata Aidoo, dan lain-lain. (mulut mulai mengeluarkan busa, asap mulai mengepul dari kepala)

Sejalan dengan otak, perut juga udah jarang terisi dengan makanan-makanan enak dan sehat dan mahal. Dulu, sepulangnya dari tempat penyiksaan otak(re: sekolah), di rumah sudah menanti nasi putih mengepul panas, udang goreng tepung, ayam goreng mentega, dan lainnya. Sekarang? Pulang dari tempat penyiksaan otak yang baru(re: kampus), di kosan sudah menanti sebuah magic jar, beras, tanpa lauk. Kemudian gue harus membeli lauk di warteg! (Beneran, selama di Jakarta gue gak pernah ke warteg) Kadang, kalo bosen, gue beli nasi goreng. KFC, Hoka-hoka Bento, atau apapun di foodcourt mall, hanya tersentuh satu bulan sekali. Kalian mau ambil tisu dulu? Kalian terharu kan? :’)

Selama hampir 2 bulan ngekos, gue sudah mengalami beragam permasalahan. Apakah permasalahan gue itu? Apakah seru? Apakah menarik? ...Apakah penting? Yaudahlah ya. Gak dosa juga buat baca hal yang gak penting. (nangis)
  1. Makan


          Makanan sehari-hari.

    Serius. Makan itu problem yang masih menghantui pikiran gue sampe sekarang. Oke, yang jual makanan murah memang banyak. Tapi rasanya.....hmm, ya, harga memang sebanding dengan rasa. Dan lagi, gue bosen! Sering banget gue galau berjam-jam hanya karena bingung mau beli makanan dimana. Mau catering? Em.... (mengintip dompet sejenak) ...kayaknya enggak.
  2. Homesick


        
    Kasihan sekali wajah anak ini..


    Oke. Gue sudah melewati fase kritis dari penyakit ini, sih. Ini adalah penyakit paling mematikan bagi anak-anak kos baru. Di rumah, keluar kamar, bisa ngeliat anggota keluarga kita—ya, meskipun kadang hubungan kita dengan mereka emang nggak selalu mulus, tapi di kosan, keluar kamar, yang gue lihat hanya kamar lain dan kucing-kucing liar yang (sialnya) memutuskan untuk hidup di rumah kos ini. Gue pengen pemandangan adik gue lagi nungging di depan PlayStation, bokap gue lagi main Solitaire di PC, atau nyokap gue lagi masak, bisa gue liat di sini. Tapi.....ah, sudahlah.
  3. Fase Kenyamanan


          Oke. Gue tidak selebay ini saat bangun. Dan rambut gue hitam. Dan gue tidak tidur pake tengtop.

    Masalah ini bukan masalah nyaman atau tidaknya kosan lo. Tapi, masalah ini bermula saat lo sudah menemukan zona nyaman di kosan lo. Awal-awal gue hidup di sini, gue rajin banget, bersih-bersih seminggu sekali, nyapu tiap ngeliat lantai kotor, ngelap-ngelap meja, sering mandi, dan yang paling penting, bangun pagi. Tapi, akhir-akhir ini, setelah gue menemukan zona nyaman, gue jadi berubah. Bersih-bersih (saat ini) menjadi dua minggu sekali, nyapu menjadi tidak teratur, jarang ngelap meja, jarang mandi, dan mulai bangun kesiangan. Ini adalah penyakit menyeramkan, yang menyerang dan mematikan secara perlahan-lahan. Pfft.

  4. Listrik Mati Saat Tugas Menumpuk


          Tugas-tugas itu membunuhku.

    Listrik mati doang sih, biasa... tidur aja, bangun-bangun listrik udah nyala. Sialnya, gue pernah mengalami listrik mati saat tugas gue menggunung. Jam enam sore, waktu yang gue tetapkan untuk gue akan mengerjakannya. Dibarengi dengan turunnya hujan dan kilat menyambar-nyambar. WHAT THE.................... Akhirnya, daripada gue menantang maut dengan tidak mengerjakan tugas, gue memilih mengerjakannya, di bawah sinar lampu emergency.
  5. Lampu di Kamar Mandi Mati


          Lampu penyelamat hidupku. Seterang sinar rembulan. (Padahal kan bulan gak bersinar, karena bulan adalah satelit, bukan bintang.)

    Ini tidak terjadi pada setiap anak kos. Ini hanya terjadi pada anak kos yang ‘beruntung’. Gue termasuk. Dan gue selalu lupa membeli bohlam baru. Sehingga gue memutuskan untuk mandi di bawah cahaya lampu emergency (lampu emergency memang multifungsi). Hingga akhirnya setelah 3 atau 4 hari mandi remang-remang (apa itu mandi remang-remang?), gue akhirnya ingat untuk membeli bohlam. *beer*

  6. Kucing


          Jangan tertipu oleh tampang pura-pura polosnya. Dan oke, kucing di kosan gue tidak sebagus ini.

    Oke. Masalah ini juga hanya terjadi pada anak kos yang ‘beruntung’. Di rumah kos ini, ada jutaan kucing liar. (Oke, gak sampe jutaan, sih) And they are so much annoying! Tidur-tiduran di sendal dan keset gue, ngacak-ngacak tong sampah gue, mengikuti gue setiap gue ngejemur baju, dan ngeong-ngeong sekeras-kerasnya di tengah malam. Herannya, ada aja penghuni kos lain yang sayang sama mereka, ada yang ngasih Whiskas(Beneran loh Whiskas! Lebih mahal dari makanan warteg gue), ada yang ngasih nama Princess ke satu dari monster-monster itu segala. Amit-amit...
  7. Tetangga


          Gantung mereka....

    Masalah ini hampir sama kayak kucing. Bedanya, tetangga gue tidak tiduran di sendal dan keset apalagi ngacak-ngacak tong sampah. Yang mengganggu daripada mereka adalah satu hal. Suara. Mereka berisiknya bener-bener.......... wow. Hari Minggu kemarin, seharusnya gue berbahagia menonton DVD. Tapi, guess what? Exactly. Gak kedengeran. Speaker udah gue kencengin maksimal, masih gak kedengeran, karena suara mereka begitu menggelegar. Kadang saat gue terbangun jam 3 atau 4 pagi, masih kedengeran suara mereka dan lagu yang mereka puter pake speaker—kenceng-kenceng.

Sebetulnya masih banyak permasalahan yang gue alami di sini, antara lain hp rusak, magic jar hampir rusak, saat air galonan menjadi langka, dan lain-lain. Kalo gue inget, mungkin kapan-kapan gue akan menulis hal-hal tidak penting itu (lagi).

Too long post, huh? Gapapa kali ya, itung-itung sebagai hadiah buat kalian karena gue udah lama gak ngepost. See you in next post! Salam anak kos! :3

P.S. Gambar-gambar yang ada di post ini gue ambil dari Google.

October 06, 2012

Aku & Kamu



Judul post ini kok...............?
Ini bukan puisi. Juga bukan bercerita tentang sosok kamu di dalam pikiran gue.
Judul post ini adalah.....cara gue memanggil diri gue sendiri dan orang lain di sekitar gue, akhir-akhir ini.

Akhir-akhir ini kayaknya ide lagi jarang mampir ke otak gue. Sama seperti makanan enak juga udah jarang mampir ke mulut gue. Yang gue lakukan adalah beradaptasi di sini, beradaptasi di situ, beradaptasi di sana, dan beradaptasi di mana-mana. Termasuk soal panggilan. Fyi, di tempat gue berada sekarang, 80% dari orang-orang yang gue amati(Iya. Beneran, gue suka mengamati orang di sekitar gue. Bukan bohongan.) bercakap-cakap dengan sangat sopan.

Entah itu karena kebanyakan orang yang gue amati itu adalah sesama mahasiswa baru, atau mereka emang udah begitu dari sononya. Gue adalah tipe orang yang tidak menyukai penggunaan kata ‘aku’ dan/atau ‘kamu’. Di sini, kalo lo mau manggil perempuan yang lebih tua(entah penjaga warung, pedagang di kantin), lo harus menyebutnya ‘Teteh’. Itu sih belum seberapa... dibandingkan kalo lo mau manggil laki-laki yang lebih tua(entah supir angkot, tukang pulsa), lo harus menyebutnya ‘Akang‘ atau ‘Aa‘. Menurut gue kedua panggilan yang terakhir itu..... makes me feel a bit embarrassed whenever I use them. Tapi, ya... lagi-lagi, gue dituntut untuk beradaptasi. Jujur, gue juga bukan tipe orang yang mudah beradaptasi. Terbukti dari hasil Psikotest 3 tahun silam, kemampuan beradaptasi gue dinilai ‘Kurang’.

Tapi menurut gue kemampuan gue dalam beradaptasi itu, berbeda-beda dalam setiap jenis adaptasi. Bingung? Maksudnya gini... untuk beradaptasi dengan orang-orang baru, gue kurang. Tapi, untuk beradaptasi dengan barang dan tempat baru, gue lumayan lah. Gue sudah menemukan zona nyaman di kamar kos(terbukti dengan bisa begadang dan bisa bangun siang)(sebenernya sih karena udah dipasangin internet).

Jadi, intinya, ini post yang bercerita tentang apa, sih? Gue bingung. Semoga lo tidak bingung—juga.

Sampai jumpa lagi, selamat tidur dan.....
selamat menjelang pagi.