October 15, 2012

Anak Kos



Halo. Maaf, gue udah jadi blogger durhaka belakangan ini. Ini semua adalah efek samping menjadi mahasiswa. Dulu, semasa masih siswa, sehari-hari otak gue terisi dengan suplemen-suplemen yang gue butuhkan—buku-bukunya Raditya Dika, komik-komiknya Aoyama Gosho dan Ono Eriko, dan lain-lain. Sekarang? Otak gue mulai keluar asep. Bacaan gue sekarang adalah cerita-cerita pendeknya Ernest Hemingway, Raymond Carver, Ama Ata Aidoo, dan lain-lain. (mulut mulai mengeluarkan busa, asap mulai mengepul dari kepala)

Sejalan dengan otak, perut juga udah jarang terisi dengan makanan-makanan enak dan sehat dan mahal. Dulu, sepulangnya dari tempat penyiksaan otak(re: sekolah), di rumah sudah menanti nasi putih mengepul panas, udang goreng tepung, ayam goreng mentega, dan lainnya. Sekarang? Pulang dari tempat penyiksaan otak yang baru(re: kampus), di kosan sudah menanti sebuah magic jar, beras, tanpa lauk. Kemudian gue harus membeli lauk di warteg! (Beneran, selama di Jakarta gue gak pernah ke warteg) Kadang, kalo bosen, gue beli nasi goreng. KFC, Hoka-hoka Bento, atau apapun di foodcourt mall, hanya tersentuh satu bulan sekali. Kalian mau ambil tisu dulu? Kalian terharu kan? :’)

Selama hampir 2 bulan ngekos, gue sudah mengalami beragam permasalahan. Apakah permasalahan gue itu? Apakah seru? Apakah menarik? ...Apakah penting? Yaudahlah ya. Gak dosa juga buat baca hal yang gak penting. (nangis)
  1. Makan


          Makanan sehari-hari.

    Serius. Makan itu problem yang masih menghantui pikiran gue sampe sekarang. Oke, yang jual makanan murah memang banyak. Tapi rasanya.....hmm, ya, harga memang sebanding dengan rasa. Dan lagi, gue bosen! Sering banget gue galau berjam-jam hanya karena bingung mau beli makanan dimana. Mau catering? Em.... (mengintip dompet sejenak) ...kayaknya enggak.
  2. Homesick


        
    Kasihan sekali wajah anak ini..


    Oke. Gue sudah melewati fase kritis dari penyakit ini, sih. Ini adalah penyakit paling mematikan bagi anak-anak kos baru. Di rumah, keluar kamar, bisa ngeliat anggota keluarga kita—ya, meskipun kadang hubungan kita dengan mereka emang nggak selalu mulus, tapi di kosan, keluar kamar, yang gue lihat hanya kamar lain dan kucing-kucing liar yang (sialnya) memutuskan untuk hidup di rumah kos ini. Gue pengen pemandangan adik gue lagi nungging di depan PlayStation, bokap gue lagi main Solitaire di PC, atau nyokap gue lagi masak, bisa gue liat di sini. Tapi.....ah, sudahlah.
  3. Fase Kenyamanan


          Oke. Gue tidak selebay ini saat bangun. Dan rambut gue hitam. Dan gue tidak tidur pake tengtop.

    Masalah ini bukan masalah nyaman atau tidaknya kosan lo. Tapi, masalah ini bermula saat lo sudah menemukan zona nyaman di kosan lo. Awal-awal gue hidup di sini, gue rajin banget, bersih-bersih seminggu sekali, nyapu tiap ngeliat lantai kotor, ngelap-ngelap meja, sering mandi, dan yang paling penting, bangun pagi. Tapi, akhir-akhir ini, setelah gue menemukan zona nyaman, gue jadi berubah. Bersih-bersih (saat ini) menjadi dua minggu sekali, nyapu menjadi tidak teratur, jarang ngelap meja, jarang mandi, dan mulai bangun kesiangan. Ini adalah penyakit menyeramkan, yang menyerang dan mematikan secara perlahan-lahan. Pfft.

  4. Listrik Mati Saat Tugas Menumpuk


          Tugas-tugas itu membunuhku.

    Listrik mati doang sih, biasa... tidur aja, bangun-bangun listrik udah nyala. Sialnya, gue pernah mengalami listrik mati saat tugas gue menggunung. Jam enam sore, waktu yang gue tetapkan untuk gue akan mengerjakannya. Dibarengi dengan turunnya hujan dan kilat menyambar-nyambar. WHAT THE.................... Akhirnya, daripada gue menantang maut dengan tidak mengerjakan tugas, gue memilih mengerjakannya, di bawah sinar lampu emergency.
  5. Lampu di Kamar Mandi Mati


          Lampu penyelamat hidupku. Seterang sinar rembulan. (Padahal kan bulan gak bersinar, karena bulan adalah satelit, bukan bintang.)

    Ini tidak terjadi pada setiap anak kos. Ini hanya terjadi pada anak kos yang ‘beruntung’. Gue termasuk. Dan gue selalu lupa membeli bohlam baru. Sehingga gue memutuskan untuk mandi di bawah cahaya lampu emergency (lampu emergency memang multifungsi). Hingga akhirnya setelah 3 atau 4 hari mandi remang-remang (apa itu mandi remang-remang?), gue akhirnya ingat untuk membeli bohlam. *beer*

  6. Kucing


          Jangan tertipu oleh tampang pura-pura polosnya. Dan oke, kucing di kosan gue tidak sebagus ini.

    Oke. Masalah ini juga hanya terjadi pada anak kos yang ‘beruntung’. Di rumah kos ini, ada jutaan kucing liar. (Oke, gak sampe jutaan, sih) And they are so much annoying! Tidur-tiduran di sendal dan keset gue, ngacak-ngacak tong sampah gue, mengikuti gue setiap gue ngejemur baju, dan ngeong-ngeong sekeras-kerasnya di tengah malam. Herannya, ada aja penghuni kos lain yang sayang sama mereka, ada yang ngasih Whiskas(Beneran loh Whiskas! Lebih mahal dari makanan warteg gue), ada yang ngasih nama Princess ke satu dari monster-monster itu segala. Amit-amit...
  7. Tetangga


          Gantung mereka....

    Masalah ini hampir sama kayak kucing. Bedanya, tetangga gue tidak tiduran di sendal dan keset apalagi ngacak-ngacak tong sampah. Yang mengganggu daripada mereka adalah satu hal. Suara. Mereka berisiknya bener-bener.......... wow. Hari Minggu kemarin, seharusnya gue berbahagia menonton DVD. Tapi, guess what? Exactly. Gak kedengeran. Speaker udah gue kencengin maksimal, masih gak kedengeran, karena suara mereka begitu menggelegar. Kadang saat gue terbangun jam 3 atau 4 pagi, masih kedengeran suara mereka dan lagu yang mereka puter pake speaker—kenceng-kenceng.

Sebetulnya masih banyak permasalahan yang gue alami di sini, antara lain hp rusak, magic jar hampir rusak, saat air galonan menjadi langka, dan lain-lain. Kalo gue inget, mungkin kapan-kapan gue akan menulis hal-hal tidak penting itu (lagi).

Too long post, huh? Gapapa kali ya, itung-itung sebagai hadiah buat kalian karena gue udah lama gak ngepost. See you in next post! Salam anak kos! :3

P.S. Gambar-gambar yang ada di post ini gue ambil dari Google.

No comments:

Post a Comment