October 29, 2012

Another Perspective

Semakin dewasa, semakin mahirlah otak gue dalam melahirkan perspektif-perspektif aneh yang menjadikan hal yang dulu gue anggap tidak aneh, menjadi aneh.

Sebagai contoh kecil. Beberapa waktu lalu gue kayaknya kesambet nonton film-film Disney Princess di Youtube(btw gue punya channel Youtube loh, klik disini deh!) dan otak gue mulai mengeluarkan asumsi baruyang aneh, tentu saja. Sebenernya sih ada beberapa asumsi yang tidak jelas di otak gue—yang entah muncul dari mana, tapi nggak semuanya bisa gue ceritakan, soalnya gue tidak menemukan kata-kata yang tepat, kali ya.

Satu hal yang menurut gue aneh adalah bahwa those Disney princesses can fall in love too easily.
Snow White cuma ketemu cowoknya sekali, waktu nimba air di sumur, terus dia ngumpet begitu cowok itu mendekati dia, nggak pernah ketemu-ketemu lagi sama cowok itu, tapi kemudian di akhir cerita, sebangunnya dia dari tidur panjangnya, dia langsung nempel sama cowok itu dan mau aja dibawa pergi padahal cowoknya nggak ngasih tau tujuan mereka.
Ariel juga. Lebih miris dari Snow White, malah. Kalo Snow White—setidaknya—pernah berkomunikasi dengan cowok itu, Ariel enggak. Dia ketemu Pangeran Eric waktu si Eric lagi nggak sadarkan diri, dan begitu Eric sadar, dia buru-buru pergi. Terus, dia mengorbankan segalanya buat ketemu Eric lagi, tapi tetep nggak bisa komunikasi karena suaranya diambil Ursula. Kasihan, kan? Tapi, ujung-ujungnya, ya gitu deh, nikah, another happy ending? Beneran?

Nah, otak gue mulai berpendapat lagi. Menurut otak gue, itu sebenernya bukan happy ending. Oke, itu mungkin happy ending, bagi gue sewaktu gue masih anak-anak. Otak gue mulai berpikir.... gimana kalo pangerannya Snow White ternyata ringan tangan? Pelaku KDRT? Dan suka ngegenitin pembantu? (Well, si Pangeran ngedeketin Snow White sewaktu Snow White memakai baju pembantu dan lagi disuruh ibu tirinya bersih-bersih serta menimba air.) .....gimana kalo Eric ternyata pemilik studio rekaman yang lagi nyari penyanyi, terus dia ngajak Ariel nikah dengan tujuan menjual suaranya? Dan ngebentuk band bernama Noah, dengan Ariel sebagai vokalis?

Beda sama Belle. Gini. Mungkin banyak yang berpendapat bahwa Mulan adalah Disney Princess paling tangguh. Nah, kalo versi gue, Belle-lah yang keren. Dia suka baca buku, nggak pernah genit, dan berani. Buktinya, dia mau gantian tempat sama Maurice, bokapnya yang waktu itu ditawan di kastilnya Beast. Dan proses jatuh cinta antara Belle dan Beast, menurut gue agak masuk akal, tidak seperti Snow White dan Ariel jatuh cinta sama lelaki mereka. Yang sedih sih, karena ternyata Beast jauh lebih keren saat masih berwujud monster, bukan manusia.... menurut gue doang, sih.

Jadi, intinya?
Dongeng emang cuma buat anak kecil. Semua salah gue yang nonton film-film itu lagi di usia tujuh belas tahun ini.
Sekian? ......

October 15, 2012

Anak Kos



Halo. Maaf, gue udah jadi blogger durhaka belakangan ini. Ini semua adalah efek samping menjadi mahasiswa. Dulu, semasa masih siswa, sehari-hari otak gue terisi dengan suplemen-suplemen yang gue butuhkan—buku-bukunya Raditya Dika, komik-komiknya Aoyama Gosho dan Ono Eriko, dan lain-lain. Sekarang? Otak gue mulai keluar asep. Bacaan gue sekarang adalah cerita-cerita pendeknya Ernest Hemingway, Raymond Carver, Ama Ata Aidoo, dan lain-lain. (mulut mulai mengeluarkan busa, asap mulai mengepul dari kepala)

Sejalan dengan otak, perut juga udah jarang terisi dengan makanan-makanan enak dan sehat dan mahal. Dulu, sepulangnya dari tempat penyiksaan otak(re: sekolah), di rumah sudah menanti nasi putih mengepul panas, udang goreng tepung, ayam goreng mentega, dan lainnya. Sekarang? Pulang dari tempat penyiksaan otak yang baru(re: kampus), di kosan sudah menanti sebuah magic jar, beras, tanpa lauk. Kemudian gue harus membeli lauk di warteg! (Beneran, selama di Jakarta gue gak pernah ke warteg) Kadang, kalo bosen, gue beli nasi goreng. KFC, Hoka-hoka Bento, atau apapun di foodcourt mall, hanya tersentuh satu bulan sekali. Kalian mau ambil tisu dulu? Kalian terharu kan? :’)

Selama hampir 2 bulan ngekos, gue sudah mengalami beragam permasalahan. Apakah permasalahan gue itu? Apakah seru? Apakah menarik? ...Apakah penting? Yaudahlah ya. Gak dosa juga buat baca hal yang gak penting. (nangis)
  1. Makan


          Makanan sehari-hari.

    Serius. Makan itu problem yang masih menghantui pikiran gue sampe sekarang. Oke, yang jual makanan murah memang banyak. Tapi rasanya.....hmm, ya, harga memang sebanding dengan rasa. Dan lagi, gue bosen! Sering banget gue galau berjam-jam hanya karena bingung mau beli makanan dimana. Mau catering? Em.... (mengintip dompet sejenak) ...kayaknya enggak.
  2. Homesick


        
    Kasihan sekali wajah anak ini..


    Oke. Gue sudah melewati fase kritis dari penyakit ini, sih. Ini adalah penyakit paling mematikan bagi anak-anak kos baru. Di rumah, keluar kamar, bisa ngeliat anggota keluarga kita—ya, meskipun kadang hubungan kita dengan mereka emang nggak selalu mulus, tapi di kosan, keluar kamar, yang gue lihat hanya kamar lain dan kucing-kucing liar yang (sialnya) memutuskan untuk hidup di rumah kos ini. Gue pengen pemandangan adik gue lagi nungging di depan PlayStation, bokap gue lagi main Solitaire di PC, atau nyokap gue lagi masak, bisa gue liat di sini. Tapi.....ah, sudahlah.
  3. Fase Kenyamanan


          Oke. Gue tidak selebay ini saat bangun. Dan rambut gue hitam. Dan gue tidak tidur pake tengtop.

    Masalah ini bukan masalah nyaman atau tidaknya kosan lo. Tapi, masalah ini bermula saat lo sudah menemukan zona nyaman di kosan lo. Awal-awal gue hidup di sini, gue rajin banget, bersih-bersih seminggu sekali, nyapu tiap ngeliat lantai kotor, ngelap-ngelap meja, sering mandi, dan yang paling penting, bangun pagi. Tapi, akhir-akhir ini, setelah gue menemukan zona nyaman, gue jadi berubah. Bersih-bersih (saat ini) menjadi dua minggu sekali, nyapu menjadi tidak teratur, jarang ngelap meja, jarang mandi, dan mulai bangun kesiangan. Ini adalah penyakit menyeramkan, yang menyerang dan mematikan secara perlahan-lahan. Pfft.

  4. Listrik Mati Saat Tugas Menumpuk


          Tugas-tugas itu membunuhku.

    Listrik mati doang sih, biasa... tidur aja, bangun-bangun listrik udah nyala. Sialnya, gue pernah mengalami listrik mati saat tugas gue menggunung. Jam enam sore, waktu yang gue tetapkan untuk gue akan mengerjakannya. Dibarengi dengan turunnya hujan dan kilat menyambar-nyambar. WHAT THE.................... Akhirnya, daripada gue menantang maut dengan tidak mengerjakan tugas, gue memilih mengerjakannya, di bawah sinar lampu emergency.
  5. Lampu di Kamar Mandi Mati


          Lampu penyelamat hidupku. Seterang sinar rembulan. (Padahal kan bulan gak bersinar, karena bulan adalah satelit, bukan bintang.)

    Ini tidak terjadi pada setiap anak kos. Ini hanya terjadi pada anak kos yang ‘beruntung’. Gue termasuk. Dan gue selalu lupa membeli bohlam baru. Sehingga gue memutuskan untuk mandi di bawah cahaya lampu emergency (lampu emergency memang multifungsi). Hingga akhirnya setelah 3 atau 4 hari mandi remang-remang (apa itu mandi remang-remang?), gue akhirnya ingat untuk membeli bohlam. *beer*

  6. Kucing


          Jangan tertipu oleh tampang pura-pura polosnya. Dan oke, kucing di kosan gue tidak sebagus ini.

    Oke. Masalah ini juga hanya terjadi pada anak kos yang ‘beruntung’. Di rumah kos ini, ada jutaan kucing liar. (Oke, gak sampe jutaan, sih) And they are so much annoying! Tidur-tiduran di sendal dan keset gue, ngacak-ngacak tong sampah gue, mengikuti gue setiap gue ngejemur baju, dan ngeong-ngeong sekeras-kerasnya di tengah malam. Herannya, ada aja penghuni kos lain yang sayang sama mereka, ada yang ngasih Whiskas(Beneran loh Whiskas! Lebih mahal dari makanan warteg gue), ada yang ngasih nama Princess ke satu dari monster-monster itu segala. Amit-amit...
  7. Tetangga


          Gantung mereka....

    Masalah ini hampir sama kayak kucing. Bedanya, tetangga gue tidak tiduran di sendal dan keset apalagi ngacak-ngacak tong sampah. Yang mengganggu daripada mereka adalah satu hal. Suara. Mereka berisiknya bener-bener.......... wow. Hari Minggu kemarin, seharusnya gue berbahagia menonton DVD. Tapi, guess what? Exactly. Gak kedengeran. Speaker udah gue kencengin maksimal, masih gak kedengeran, karena suara mereka begitu menggelegar. Kadang saat gue terbangun jam 3 atau 4 pagi, masih kedengeran suara mereka dan lagu yang mereka puter pake speaker—kenceng-kenceng.

Sebetulnya masih banyak permasalahan yang gue alami di sini, antara lain hp rusak, magic jar hampir rusak, saat air galonan menjadi langka, dan lain-lain. Kalo gue inget, mungkin kapan-kapan gue akan menulis hal-hal tidak penting itu (lagi).

Too long post, huh? Gapapa kali ya, itung-itung sebagai hadiah buat kalian karena gue udah lama gak ngepost. See you in next post! Salam anak kos! :3

P.S. Gambar-gambar yang ada di post ini gue ambil dari Google.

October 06, 2012

Aku & Kamu



Judul post ini kok...............?
Ini bukan puisi. Juga bukan bercerita tentang sosok kamu di dalam pikiran gue.
Judul post ini adalah.....cara gue memanggil diri gue sendiri dan orang lain di sekitar gue, akhir-akhir ini.

Akhir-akhir ini kayaknya ide lagi jarang mampir ke otak gue. Sama seperti makanan enak juga udah jarang mampir ke mulut gue. Yang gue lakukan adalah beradaptasi di sini, beradaptasi di situ, beradaptasi di sana, dan beradaptasi di mana-mana. Termasuk soal panggilan. Fyi, di tempat gue berada sekarang, 80% dari orang-orang yang gue amati(Iya. Beneran, gue suka mengamati orang di sekitar gue. Bukan bohongan.) bercakap-cakap dengan sangat sopan.

Entah itu karena kebanyakan orang yang gue amati itu adalah sesama mahasiswa baru, atau mereka emang udah begitu dari sononya. Gue adalah tipe orang yang tidak menyukai penggunaan kata ‘aku’ dan/atau ‘kamu’. Di sini, kalo lo mau manggil perempuan yang lebih tua(entah penjaga warung, pedagang di kantin), lo harus menyebutnya ‘Teteh’. Itu sih belum seberapa... dibandingkan kalo lo mau manggil laki-laki yang lebih tua(entah supir angkot, tukang pulsa), lo harus menyebutnya ‘Akang‘ atau ‘Aa‘. Menurut gue kedua panggilan yang terakhir itu..... makes me feel a bit embarrassed whenever I use them. Tapi, ya... lagi-lagi, gue dituntut untuk beradaptasi. Jujur, gue juga bukan tipe orang yang mudah beradaptasi. Terbukti dari hasil Psikotest 3 tahun silam, kemampuan beradaptasi gue dinilai ‘Kurang’.

Tapi menurut gue kemampuan gue dalam beradaptasi itu, berbeda-beda dalam setiap jenis adaptasi. Bingung? Maksudnya gini... untuk beradaptasi dengan orang-orang baru, gue kurang. Tapi, untuk beradaptasi dengan barang dan tempat baru, gue lumayan lah. Gue sudah menemukan zona nyaman di kamar kos(terbukti dengan bisa begadang dan bisa bangun siang)(sebenernya sih karena udah dipasangin internet).

Jadi, intinya, ini post yang bercerita tentang apa, sih? Gue bingung. Semoga lo tidak bingung—juga.

Sampai jumpa lagi, selamat tidur dan.....
selamat menjelang pagi.