Halo.
Maaf lama nggak ngepost. Gue khilaf. Ampun.
Maklum, gue sebenernya lagi berasa agak sibuk, karena gue
harus bikin sebuah naskah film untuk UKM gue di Unpad. Ceritanya tentang
senyuman. Tapi, karena cerita dari gue itu belum matang (bahkan naskahnya belom gue selesaikan), kemarin (25/2) gue membuat naskah baru dari cerita punyanya senior di UKM. Jadi, dia ceritain, dan gue menjadikannya naskah. Dan naskah itu jadi dalam kurang dari dua jam (kurang ajar banget kan, giliran cerita sendiri, naskahnya gak jadi-jadi). Ayo bilang wow!
Judul post ini kayak judul lagu barunya Maliq ya.... (Itu mah Berlari dan Tenggelam.....) KRIK!
Oh ya. Kemaren (21/2) gue pulang ke Jakarta dan menghabiskan empat
hari tiga malam di sana. Sangat tidak cukup. Gue butuh lebih—sangat lebih,
daripada itu.
Di hari Jumat (22/2), gue bermain bersama teman-teman seperjuangan di SMA (Amay, Anita, Atika, Atil, Pupuk), di CL. Pertemuan kali ini bener-bener nggak direncanakan, spontan, dan begitu aja, tiba-tiba jadi. Padahal, dari dulu, kita sering banget bikin janji dan ujung-ujungnya nggak jadi. Pupuk udah jadi cemob (cewek mobil) yang handal. Meskipun waktu masuk mol, ngambil karcis parkirnya harus turun dari mobil dulu, tapi dia berhasil melewati tantangan dari Atika (<-- cewek yang membuat kami nyasar): ngelewatin pasar antah berantah. Kami makan di Pizza Hut, dan waktu mau mesen pake perhitungan ekonomi dulu dari Atil & Anita yang notabene merupakan mahasiswi yang 'masih' belajar Matematika sampe sekarang. Yang laen udah lupa caranya ngitung (mungkin kecuali Pupuk, dia kan anak guru Matematika)! Dan jangan lupakan eye contact yang tercipta antara Amay & abang-abang tukang gali di jalan belakang CL. Mereka masih 98% sama! 2%-nya itu, mereka udah beda, sekarang gak ada yang pake seragam putih abu-abu dan ke 33 setiap Senin sampai Jumat. Itu aja. :')
Oke. Bukan itu yang mau gue bahas. Jadi, di CL, kami
menonton Rectoverso, sebuah film produksi Indonesia. Dari film itu, menurut gue
yang berhasil ‘ngena’ itu, ya cerita pertama, Malaikat Juga Tahu. Bercerita tentang Abang, seorang pemuda penderita autis dengan quote-nya
(quote?) “Senin putih rabu gelap”, “Kurang satu! Kurang satu!” atau “Seratus
sempurna, kamu satu, lebih, lebih sempurna”. Bahkan, beberapa penonton nangis di klimaks cerita ini (well done, Lukman Sardi!). Yang lainnya belum bisa ‘ngena’
menurut gue. Firasat, bercerita tentang cewek yang semacem kena sindrom Final Destination gitu. Bagian taman dengan bangkunya, menurut gue klise abis. Ngapain gitu, baca buku aja harus goes sepeda jauh-jauh sampe ke taman sepi? Bangkunya bagus, sih. Cerita Cicak Di Dinding, menurut gue cerita dewasa, dengan adegan-adegan yang tidak terlalu bisa dinikmati oleh mata dan jiwa gue. Ditambah lagi gue geli sama cicak! Kalo Curhat Buat Sahabat, jujur, membosankan bagi gue. Karena sesuai judulnya, isi cerita itu.... ya, curhat. Curhat mulu, nangis mulu, ditelponin mulu. Yang terakhir, Hanya Isyarat, bikin gue pengen main air di pantai.
Dan pandangan gue tentang film Indonesia lagi-lagi tidak berhasil
diubah oleh film ini. Jadi, sampai saat ini menurut gue, film Indonesia itu
terbagi dua. Yang satu, film-film yang kelasnya tinggi—yang bikin gue pusing
karena nggak ngerti dan suka pake kata-kata puitis. Yang satu lagi, film-film
yang kelasnya rendah—yang bikin gue ogah nonton dan hobinya masukin adegan
panas (yang bukannya bikin panas, malah bikin sakit mata). Gue rasa, gue butuh
film yang kelasnya menengah. Bukan standar loh ya, dan bukan film-film yang
ngejiplak film luar juga. Kelas menengah di sini adalah, ya film.... mm, gue
gak menemukan kata yang tepat. Ya, pokoknya gitu, lah. Tau deh. (Hah?)
Setelah nonton Rectoverso, gue kok jadi ngerasa kalo
film Indonesia yang berkualitas biasanya berbentuk seperti cerita pendek yang
dipotong-potong dan digabung-gabung, ya? Kayak Cinta Setaman, misalnya. Atau
paling enggak, terdiri dari cerita pendek yang ternyata punya hubungan, semacem
Berbagi Suami. I am still waiting for Indonesian movies to change my thoughts
about them. Gue sih maunya, film buatan gue sendiri, yang ngubah pola pikir gue
sendiri. :p
Gimana? Pola pikir kalian sama nggak kayak pola pikir gue?
Atau guenya aja yang terlalu aneh? Feel free to share your thoughts about
Indonesian movies here, friends! Doain semoga produksi film pendek gue lancar,
ya (it will be started in March 1st!).
See you soon!
P.S. Buat yang mau nonton Rectoverso, perhatiin bagian Abang
kabur buat nyari sabun, deh. Awalnya, bajunya dimasukin rapi, terus keluar,
terus masuk lagi. :p
P.P.S. Pintu kamar kos di kos-kosan Ibunya Abang, mirip pintu kamar kos gue! (Penting banget, Vit..)
P.P.P.S. Semua judul film Indonesia yang gue tulis di post ini
bagus. Rectoverso, Cinta Setaman, and Berbagi Suami; you guys have to watch
them all. Terutama Berbagi Suami.