Belum lama ini gue melihat sebuah tweet di timeline twitter
gue. Tweet tersebut adalah curahan hati seorang gadis mengenai dia dan
perkuliahannya. Satu kalimat yang gue baca;
‘...
Kalo masuk sastra juga nggak apa-apa deh.’ Kurang lebih demikian. (
Gue retweet kok, bisa Anda baca, cari aja di
profil twitter gue, @epitak. Pokoknya tidak lebih lama dari bulan Juli.)
Apakah pertanyaan ‘lulusan
sastra mau jadi apa’ muncul di benak Anda? Jangan khawatir, Anda tidak
sendirian, ada banyak orang yang juga mempertanyakan hal itu. Dan lebih-lebih
jangan khawatir lagi, gue tidak marah, kok. Gue sendiri adalah seorang
mahasiswa di jurusan sastra, tepatnya Sastra Inggris.
Cewek-masuk-sastra-juga-nggak-apa-apa itu (
setelah gue retweet dengan ramah),
berkata; ‘
... Kan emang itu jurusan
pelarian ya, kak?’ Ya, kurang lebih seperti itu. Pelarian? Maksudnya
buangan, mungkin? Kenapa harus dijadikan sebuah pelarian? Sebuah buangan? Buat
para calon mahasiswa yang menjadikan sastra sebagai pelarian, let me tell you
something. Sastra itu tidak mudah. Bener, deh. Baru seminggu kuliah, gue udah
ditugaskan membaca 3 buah karya tulis berbahasa Inggris. I love
reading...........Indonesian stories. Susah banget rasanya buat gue untuk
menyukai membaca cerita-cerita berbahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris,
sejujurnya gue hanya menyukai grammar dan spelling. Comprehension, or somehow,
literature, adalah hal terberatnya. Serius deh, sekali lagi,
sastra itu tidak mudah. Kalo dari awal
hati lo ada di jurusan lain, terus lo terbuang di sastra? Lo bakal menjalani
kuliah sastra dengan setengah hati (
padahal
susah! Ini bener-bener harus sepenuh hati), kemudian lo bakal
terbuang dari jurusan yang lo jadikan
buangan. Pasti sakit tuh. Intinya, yang
lo butuhkan adalah keinginan dari hati, hati yang bergembira akan membuat semua
jadi mudah, kok. #tsahh
Kembali ke pertanyaan ‘lulusan
sastra mau jadi apa’. Gue rasa, sekarang bahasa merupakan ilmu yang bisa
diterapkan di banyak sekali bidang. Di Unpad sendiri(gue kurang tau kalo di universitas lain), nama Fakultas Sastra
sudah diganti menjadi Fakultas Ilmu Budaya pada tahun ini. Gelar sarjananya,
S.Hum(Sarjana Humaniora), sudah bukan
S.S lagi, setau gue, sih. Di sini, FIB terbagi menjadi 9 jurusan; Sastra
Inggris, Sastra Indonesia, Sastra Jepang, Sastra Perancis, Sastra Jerman,
Sastra Rusia, Sastra Arab, Sastra Sunda, dan Ilmu Sejarah. Dan di sini juga,
mahasiswa tidak hanya diberikan pengetahuan tentang sastra, tapi juga tambahan
kompetensi berupa Diplomatik, Pariwisata, Wirausaha, dan Budaya. Jadi, lulusan FIB
bisa kerja dalam keempat bidang itu juga. Ini sih, yang gue tau
di Unpad. Khusus sastra Inggris, nanti di semester sekian(gue belum tau tepatnya), akan dibagi ke 3 major; Linguistics, Literature, dan/atau Translation. Kedengerannya keren-keren, ya?
Buat kalian yang takut dan/atau ngeri sama ospek mahasiswa yang kejam, masuklah ke FIB Unpad! Ospek mahasiswa biasanya dibagi tiga; ospek universitas, fakultas, dan jurusan. Ospek universitas, sih, kakak-kakaknya banyak yang pura-pura ngebentak. Tapi cuma sehari! Dan gak akan dimacem-macemin, gak pake atribut-atributan. Ospek fakultas, kalo untuk FIB sendiri, tidak ada senioritas, dikerjain, dimarahin, disuruh ini-itu. Di hari ospek fakultas, fakultas lain sih, teriak-teriak nyuruh maba-maba(mahasiswa baru) baris. Kalo FIB? Kita disambut dong, "Wilujeng sumping, selamat datang di Fakultas Ilmu Budaya...", plus senyuman para akang-tetehnya. Sampe akhir acara ospek fakultas(sekitar seminggu), gak pernah ada tuh, senior yang marah-marah. Nah, kalo ospek jurusan sih, jurusan gue(Sastra Inggris), seniornya asik semua, gaul-gaul. Dibandingkan jurusan-jurusan lain di FIB, Sastra Inggris ospek jurusannya paling nyantai, Bro.~
Oh iya. Kalo kalian mau masuk sini, jangan harap kalian
bakal jadi ‘anak Bandung’, ya. Karena program sarjana FIB ada di kampus Unpad Jatinangor, bukan
kampus Dipati Ukur atau kampus Dago. Jujur, gue ketipu. Kalo ada orang yang
sering menganggap Depok itu di Jakarta, demikian pula hubungan Jatinangor
dengan Bandung. Tapi, jangan khawatir. Kalo mau ke Bandung, lo hanya perlu naik bus Damri, dengan ongkos Rp. 5.000,- saja, lo bisa ngegaul ke Bandung,
kok. FYI di Jatinangor tidak ada Starbucks, J.Co, Sushi Tei, Zara, dan lain-lain.
Tapi ada gue. Lo pasti bahagia.
Gue udah ngelantur? Oke. Semoga post ini bisa memberikan
pencerahan pada seluruh calon mahasiswa. See you in next post!